- KONDISI KOPERASI DI INDONESIA
Peran koperasi dalam perekonomian nasional
semakin tak terdengar gaungnya. Hal ini di karenakan, koperasi yang identik
dengan kalimat soko guru perekonomian nasional nyatanya tak mampu memberikan
kontribusi besar terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Koperasi yang masih
aktif pun tidak sedikit yang pada praktiknya melenceng dari tujuan utama, yakni
meningkatkan kesejahteraan anggota. Menurut Guru Besar Institut Manajemen
Koperasi Indonesia (Ikopin), Prof. Dr. H. RM Ramudi Arifin, SE, MSi, saat ini
banyak koperasi yang pada praktiknya beroperasi dengan paradigmaa perusahaan.
Mereka sibuk memupuk pendapatan, keuntungan dan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Nyatanya berdasarkan hasil penelitian yang ia lakukan selama bertahun-tahun,
koperasi yang berhasil memupuk SHU besar, memiliki banyak asset, modal kuat,
menjadi perusahaan besar, juga mendapat predikat terbaik, belum tentu mampu
meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Selama ini masalah perubahan paradigma tidak
pernah menjadi isu sentral. Padahal, orientasi koperasi ke ranah kapitalis
seperti yang saat ini bergulir sangat berbahaya. Saat ini saja, koperasi
sebagai soko guru perekonomian nasional hanya tinggal sebatas jargon. Tanamkan
paradigma bahwa koperasi besar bukan karena SHU atau asset melainkan
kesejahteraan anggota. Perubahan paradigma tersebut harus dilakukan menyeluruh
dan terintegrasi sinergis. Eksistensi koperasi jangan sekadar menjadi
perwujudan konstitusi. Lebih dari itu, keberadaan koperasi harus dilihat
sebagai kebutuhan. Melencengnya paradigma sebenarnya salah satu dari beragam
permasalahan yang mencengkram dunia koperasi dewasa ini. Dalam prakteknya masih
banyak masalah melilit sektor perkoperasian khususnya terkait daya saing yang
kian melemah.
Perkembangan ekonomi dunia saat ini merupakan
saling pengaruh dua arus utama, yaitu teknologi informasi dan globalisasi. Teknologi informasi secara
langsung maupun tidak langsung kemudian mempercepat globalisasi. Berkat
teknologi informasi, perjalanan ekonomi dunia makin membentuk ”dirinya” yang
baru, menjadi Kapitalisme Baru berbasis Globalisasi. Perkembangan ekonomi
inilah yang biasa disebut Neoliberalism.
Neoliberalisme saat inipun telah merasuki hampir
seluruh sistem perekonomian Indonesia. Bentuk neoliberalisme tersebut dapat
dilihat dari ”inflasi sehat” menurut ukuran makro ekonomi. Di sisi lain,
Indonesia setelah memasuki era reformasi melalui amandemen UUD 1945 tetap
mengusung asas demokrasi ekonomi. Meskipun demokrasi ekonomi yang dimaksud
malah menjadi kabur setelah adanya penambahan dua ayat (ayat 4 dan 5) dalam
pasal 33 UUD 1945. Yang dapat dianalisa bahwa pikiran di belakang ayat baru
tersebut adalah paham persaingan pasar bebas atau neoliberalisme.
Kekeliruan lebih serius dari amandemen keempat
UUD 1945 adalah hilangnya kata ”sakral” koperasi sebagai bentuk operasional
ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi yang sebelumnya tercantum dalam
penjelasan pasal 33 UUD 1945. Hilangnya kata koperasi, telah menggiring bentuk
usaha sesuai pasal empat, yaitu diselenggarakan dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Bagaimana koperasi sendiri? Apakah sudah siap
dengan kenyataan sejarah seperti itu? Apakah koperasi memang telah melakukan ”strategic
positioning” sebagai wadah anggotanya ”bekerjasama” untuk kesejahteraan
bersama anggota serta masyarakat, bukannya bekerja ”bersama-sama” untuk
kepentingan masing-masing anggota, atau malah manajer dan atau pengurus
koperasi? Apakah koperasi juga telah sesuai impian pendiri koperasi untuk
menjadi sokoguru perekonomian Indonesia?
Banyak sudah program-program pengembangan
koperasi yang dinilai sangat baik. Koperasi juga tak kunjung selesai
dibicarakan, didiskusikan, diupayakan pemberdayaan dan penguatannya. Pendekatan
yang dilakukan mulai dari akademis (penelitian, pelatihan, seminar-seminar, sosialisasi
teknologi), pemberdayaan (akses pembiayaan, peluang usaha, kemitraan,
pemasaran, dll), regulatif (legislasi dan perundang-undangan), kebijakan publik
(pembentukan kementrian khusus di pemerintahan pusat sampai dinas di
kota/kabupaten, pembentukan lembaga-lembaga profesi), sosiologis (pendampingan
formal dan informal), behavior (perubahan perilaku usaha,
profesionalisme) bahkan sampai pada pendekatan sinergis-konstruktif (program
nasional Jaring Pengaman Nasional, pengentasan kemiskinan, Pembentukan Lembaga
Penjaminan, Pembentukan Dekopin dari daerah sampai nasional.
Pembangunan ekonomi saat ini hanya diarahkan
pada kepentingan ekonomi sempit. Dalam perspektif lebih luas perlu perencanaan
tujuan pembangunan yang diarahkan kepada pembangunan manusia, bukan terjebak
disekitar pembangunan ekonomi. Tujuan pembangunan ekonomi seharusnya tidak
sekedar terpusat misalnya pada pertumbuhan, tetapi harus dapat mempertahankan
struktur sosial dan budaya yang baik. Pembangunan ekonomi yang banyak merubah
keadaan sosial dan budaya menjadi negatif merupakan penyebab munculnya masalah
moral.
Ekonomi saat ini juga tidak harus dikerangkakan
pada teori-teori Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam
ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru
menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk
secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas
tidak dapat menjadi obat bagi masalah-masalah masyarakat Indonesia dewasa ini.
Masalahnya liberalisme yang sekarang berevolusi
menjadi neoliberalisme dan telah merambah Indonesia, mulai dari kebijakan
sampai aksi konkritnya tidak bersesuaian dengan koridor intermediasi seperti
itu. Seperti dijelaskan di muka bahwa neoliberalisme telah merasuk ke seluruh
sendi-sendi perekonomian Indonesia. Faham liberal lebih mempertahankan hak-hak
individu dan cenderung menegaskan bahwa privat sphere memiliki
konsekuensi publik sphere. Bahkan lembaga intermediasi (seperti
lembaga keagamaan, lembaga sosial-ekonomi termasuk koperasi) cenderung
dipertentangkan bahkan digiring menjadi area privat sphere.
Ekonomi rakyat yang sejatinya dicoba untuk
menjadi pola bebas dari substansi intermediasi dan dikotomi privat
sphere dan publik sphere, seperti Koperasi, malah menjadi
representasi kooptasi globalisasi dan neoliberalisme dan secara tidak sadar
mematikan dirinya sendiri secara perlahan-lahan. Istilah ekonomi kerakyatan
atau demokrasi ekonomi, bukanlah kooptasi dan pengkerdilan usaha mayoritas
rakyat Indonesia, tetapi merupakan kegiatan produksi dan konsumsi yang
dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga masyarakat, sedangkan
pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota masyarakat.
Bentuk Koperasi jelas bukanlah lembaga
intermediasi seperti logika modernitas dan kapitalisme. Sehingga treatment
pengembangannya jelas harus unik dan memiliki diferensiasi dengan pengembangan
koperasi di negara lain atau bahkan Barat. Bentuk koperasi yang unik tersebut
sebenarnya telah didefinisikan secara regulatif oleh negara. Definisi koperasi
dapat dilihat secara tekstual pada pasal 1 UU No. 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian, yaitu sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Secara umum definisi tersebut memberikan gambaran bahwa koperasi
merupakan bentuk dari gerakan ekonomi rakyat. Kekhasan koperasi sebagai gerakan
ekonomi rakyat adalah aktivitasnya dilandasi dengan asas kekeluargaan. Artinya,
koperasi ala Indonesia memiliki dua kata kunci, ekonomi rakyat dan
kekeluargaan. Mudahnya, koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat memerlukan
definisi operasionalnya sendiri, sesuai realitas masyarakat Indonesia.
Untuk memperbaiki ekonomi nasional dengan cara
reformasi sosial yang mendasar, “an effective development state”. “An
effective development state” adalah suatu elit kekuasaan yang mempunyai
sifat dan perilaku; (1) bebas dari kepentingan pihak manapun kecuali kepentingan
rakyat banyak, (2) bebas dari godaan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga
dengan menggunakan kekuasaan yang dipegangnya, (3) mengatur suatu ideologi
politik yang memihak rakyat banyak, pro keadilan, anti penindasan, anti
feodalisme, nepotisme dan despotisme, menjunjung tinggi integritas, menghargai
kerja nyata dan “committed” terhadap emansipasi kemanusiaan untuk semua
orang, (4) tidak melaksanakan pemerintahan negara sebagai suatu “soft state”,
yaitu suatu pemerintahan yang lemah dan tidak berani melaksanakan tindakan
hukum terhadap segala bentuk penyimpangan yang menghambat proses transformasi
sosial yang hakiki.
Sampai pada tahun 2014 tercatat bahwa hanya
terdapat sekitar 70% dari total koperasi di Indonesia yang masih aktif
menjalankan kegiatannya. Sedangkan 30% sisanya sudak merupakan koperasi non
aktif. Selain itu jumlah modal dari modal sendiri dan modal bantuan, tidak
terdapat selisih yang jauh, yang artinya adalah koperasi pada saat ini dapat
dikatakan bergantung terhadap dana bantuan baik dari pemerintah maupun dari
instansi luar koperasi. Jika dilihat pada jumlah anggota memang terlihat bahwa
anggota koperasi mempunyai angka yang sangat besar. Hal ini merupakan hal yang
sangat baik apabila seluruh anggota koperasi ini menjalankan keanggotaannya
berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Namun hal ini dapat
menjadi boomerang negatif apabila jumlah ini hanya formalitas artinya banyak
anggota yang hanya menyertakan nama tanpa mengetahui sistem koperasi yang
sebenarnya. Jumlah koperasi di tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup
drastis dibandingkan dengan jumlah total koperasi di tahun 2013. Hampir
sebanyak 3000 koperasi yang membubarkan diri. Jumlah tersebut bukan merupakan
jumlah yang sedikit dan jika hal tersebut terjadi setiap tahun tidak menutup
kemungkinan pada kurun waktu 10 atau 15 tahun mendatang koperasi hanya tinggal
nama dan sejarah saja. Kondisi perkoperasian di Indonesia saat ini dapat
dikatakan masih stagnan bahkan dapat dikatakan mengalami kemunduran. Perlu perhatian
lebih agar koperasi dapat mengalami perkembangan dan tidak stagnan
CONTOH
STUDI KASUS KOPERASI
Kasus Koperasi KarangAsam Membangun. Polda
Bali Menutup Koperasi KaangAsam Membagun (KKM) yang teridentifikasi
mempraktikan penggandaan uang (Money Game). Selain itu, polisi menahan ketua
KKM I Gede Putu Kertia. Sadisnya, Kertia yang juga Dirut PDAM KarangAsam
langsung di pecat. nasib serupa juga dialami Nemgah Wijanegara yang menjadi
Dirut KKM. hingga kini memang belum ada nasabah koperasi tersebut yang merasa
dirugikan. Namun dari penyidikan petugas, KKM diduga menggandakan uang mirip
Multilevel Marketing (MLM) dengan menggunakan sistem piramida anggota yang
mendaftar lebih awal dibayar dari setoran nasabah berikutnya. Jika keanggotaan
berhaenti dipstikan akan terjadi gejolak. Sebab uang yang berhasil dikupulkan
KKM dari masyarakat mencapai ratusan miliar rupiah. Selain menahan dua
tersangka, polisi memblokir uang nasabah di dua Bank dengan total Rp 282
milliar. Uang sebanyak itu selama ini disimpan di Bank BNI dan Bank BPD.
Petugas juga menyita uang sebesar Rp 115 Miliar di brankas dan 3kg perhiasan
emas. semua didapat dari kantor pusat KKM. Bisnis yang dilakoni KKM hanya
menirama simpanan dari masyarakat. memang ada bisnis jual sembako, perhiasan
dan lain - lain. Tapi itu dirasa tidak bisa mencukupi pembayaran bunga yang
hampir mencapai 150 persen. Polisi juga menemukan adanya bisnis aneh, KKM yang
berdiri pada 28 Maret 2006 mengharuskan anggota menyetor 50jt. janjinya bisa
mendapatkan mobil yang harganya dua kali lipat dari uang setoran pertama.
begitu juga bila menyetor ung sebesar Rp 5jt dalam hitungan 6 bulan, nasabah
bisa mnedapatkan sepeda motor yang diinginkan. janji itu sngat mustahil. Bunga
Bank saja ada di kisaran lima persen setahun. depositopun tidak bisa mencapai
perkembangan nominal yang sefantastik itu. Karena belum ada masyarakat yang
melaporkan kasus tersebut kearah penipuan, Kapolda merujuk pasal 16 Undang -
Undang Peerbankan. Lembaga nonbank tidak boleh menerima penyertaan dari masyarakat
tanpa izin dari Bank Indonesia (BI).
Ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 15 Milliar. Polda sudah
memprediksi bahwa penuntutan itu akan muncul gejolak di kalangan nasabah,
apalagi anggotanya sudah mencapai puluhan ribu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar